Kebenaran Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan
Kebenaran
dalam perspektif ilmu pengetahuan ~ Kalau dalam dunia
filsafat para filsuf saling membantah satu sama lain, lain halnya dengan dunia
ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan alam. Orang mengulangi
percobaan-percobaan yang diambil Galileo dan Newton, hasilnya selalu mendukung
kebenaran teori-teori dan rumus-rumus mereka.
Optimisme bahwa manusia dapat mendapat kebenaran mutlak dengan metodemetode Newton makin tumbuh awal abad ke-19. Abad ke-19 disebut orang "The age of idiology". Ilmu Pengetahuan Alam dengan produknya teknologi dan terapi kedokteran berkembang dengan pesat. Teknologi mesin, listrik, komunikasi, kimia, ilmu kedokteran dll berkembang dengan sangat mengagumkan orang.
Orang makin yakin akan kebenaran mutlak dari ilmu pengetahuan alam terutama teori Newton. Teori-teori yang telah didukung oleh banyak sekali pengamatan-pengamatan dan percobaan-percobaan tidak lagi disebut teori tetapi naik pangkat menjadi hukum. Jadi kita kenal hukum Newton, hukum Ohm, hukum Mendel dll.
Pada akhir abad ke-19 diamati gejala-gejala yang mulai menggelisahkan para ilmuwan. Dalam gerakan Mercurius ada selisih 3 detik radian per abad. Selisih ini memang sangat sedikit, tetapi menggelisahkan para astronom. Kalau hukum Newton mutlak benar seharusnya tidak ada selisih itu. Pada perhitungan gaya tarik antar galaxy dengan rumus Newton ada penyimpangan.
Pada tahun 1905 seorang muda berumur 26 yang tidak dikenal, seorang pegawai kantor paten di-Swiss menulis sebuah artikel singkat dan mengirimnya kemajalah ilmu pengetahuan alam "Annalen der Physic".
Sampai sekarang teori Newton masih diajarkan disekolah menengah karena relatif mudah dimengerti. Teori relatif Einstein sangat sulit untuk dimengerti. Tetapi untuk menerangkan ketiga gejala tersebut diatas, teori Einstein lebih memuaskan daripada teori Newton.
Sir James Jean (1877-1946) menulis (James Jean "Physics and Philosophy", see "The philosophers of science", Random house, 1954, page 370): "In real science also a hypothesis can never be proved true. If it is negatived by future observations we shall know it is wrong, but if future observations confirm it we shall never be able to say it is right since it will always be at the mercy of still further observations".
David Halliday menulis ( David Hallliday "Introductory Nuclear Physics" John Wiley and Sons, New York, 1958, page 4) : "It is the role of theory to give, on the basis of as few hypotheses as possible, a simple description of as many experiments as possible. The question of the 'ultimate truth' of the hypotheses simply does not arise".
Walaupun Galileo dan Newton
orang-orang yang beragama, hasil penemuan mereka sering dipakai orang untuk
menyerang agama. Manusia dengan kecerdasan semata-mata dapat mencapai
kebenaran. Tidak diperlukan wahyu. Kepercayaan akan hasil experimental manusia
lebih dapat dipercaya daripada wahyu.
Peringatan David Hume bahwa
hasil eksperimen berapapun banyaknya tidak dapat mencapai kesimpulan yang
mutlak benar praktis tidak ada yang gubris. Deisme, Materialisme, Agnosticisme
dan Ateisme tumbuh dengan subur. Kewibawaan para rohaniwan makin merosot.
Kalau zaman Copernicus para
ilmuwan mencari pembenaran dari para Rohaniwan, mulai abad ke-18 sampai
sekarang banyak rohaniwan (tidak semua) mencari pembenaran dari para ilmuwan.
Newton dan metode ilmiah cara Newton sangat didewa-dewakan, termasuk oleh
banyak rohaniwan. Kesimpulan-kesimpulan ilmiah oleh banyak orang, para ilmuwan,
para rohaniwan apalagi kaum awam dianggap mutlak benar.
Optimisme bahwa manusia dapat mendapat kebenaran mutlak dengan metodemetode Newton makin tumbuh awal abad ke-19. Abad ke-19 disebut orang "The age of idiology". Ilmu Pengetahuan Alam dengan produknya teknologi dan terapi kedokteran berkembang dengan pesat. Teknologi mesin, listrik, komunikasi, kimia, ilmu kedokteran dll berkembang dengan sangat mengagumkan orang.
Orang makin yakin akan kebenaran mutlak dari ilmu pengetahuan alam terutama teori Newton. Teori-teori yang telah didukung oleh banyak sekali pengamatan-pengamatan dan percobaan-percobaan tidak lagi disebut teori tetapi naik pangkat menjadi hukum. Jadi kita kenal hukum Newton, hukum Ohm, hukum Mendel dll.
Pada akhir abad ke-19 diamati gejala-gejala yang mulai menggelisahkan para ilmuwan. Dalam gerakan Mercurius ada selisih 3 detik radian per abad. Selisih ini memang sangat sedikit, tetapi menggelisahkan para astronom. Kalau hukum Newton mutlak benar seharusnya tidak ada selisih itu. Pada perhitungan gaya tarik antar galaxy dengan rumus Newton ada penyimpangan.
Makin besar jaraknya, makin
besar penyimpangannya. Waktu itu dibidang fisika atom orang sudah dapat
mempercepat elektron-elektron dalam accelerator. Pada kecepatan mendekati
cahaya kembali diamati penyimpangan-penyimpangan. Makin mendekati kecepatan
cahaya penyimpangannya makin besar. Par ilmuwan makin gelisah, tetapi belum ada
yang tahu jawabannya.
Pada tahun 1905 seorang muda berumur 26 yang tidak dikenal, seorang pegawai kantor paten di-Swiss menulis sebuah artikel singkat dan mengirimnya kemajalah ilmu pengetahuan alam "Annalen der Physic".
Artikel itu kemudian
menggegerkan dunia ilmu pengetahuan alam sedunia. Artikel itu kemudian dikenal
dengan nama "The Special theory of Relativity". Dalam waktu sangat
singkat nama pegawai kantor paten tersebut menjadi terkenal. Namanya adalah
Albert Einstein. Pada tahun 1916 Einstein menulis "The General theory of
Relativity".
Sampai sekarang teori Newton masih diajarkan disekolah menengah karena relatif mudah dimengerti. Teori relatif Einstein sangat sulit untuk dimengerti. Tetapi untuk menerangkan ketiga gejala tersebut diatas, teori Einstein lebih memuaskan daripada teori Newton.
Untuk kecepatan rendah
dibandingkan dengan kecepatan cahaya dan jarak dekat dibandingkan jarak antar
galaxy, sampai sekarang orang lebih bnyak pakai teori Newton. Tetapi untuk
menerangkan gejala alam secaara keseluruhan, para ilmuwan pada umumnya
berpendapat bahwa teori Einstein lebih memuaskan daripada teori Newton. Hal ini
mempunyai dampak yang sangat besar dalam pemikiran dunia intelektual.
Peringatan David Hume mau tidak mau dipikirkan orang lagi.
Sir James Jean (1877-1946) menulis (James Jean "Physics and Philosophy", see "The philosophers of science", Random house, 1954, page 370): "In real science also a hypothesis can never be proved true. If it is negatived by future observations we shall know it is wrong, but if future observations confirm it we shall never be able to say it is right since it will always be at the mercy of still further observations".
Albert Einstein menulis
(Albert Einstein "Relativity. The Special and the General Theory",
Bonanza Books, New York 1952, page 123-124): "The Theory finds the
justifications for its existence in the fact that it correlates a large number
of single observations and it is just here that the 'truth' of the theory
lies".
David Halliday menulis ( David Hallliday "Introductory Nuclear Physics" John Wiley and Sons, New York, 1958, page 4) : "It is the role of theory to give, on the basis of as few hypotheses as possible, a simple description of as many experiments as possible. The question of the 'ultimate truth' of the hypotheses simply does not arise".
Karl Popper (1902-1994)
menulis (Kees Bertens "Filsafat Barat Abad XX jilid I, page 73, Gramedia,
Jakarta, 1983) : "Dengan observasi terhadap angsa-angsa putih -betapapun
besar jumlahnya- orang tidak dapat sampai pada teori bahwa semua angsa berwarna
putih. Tetapi cukuplah satu observasi terhadap seekor angsa hitam untuk
menyangkal teori tadi".
Stephen Hawking menulis
(Stephen Hawking "A brief history of time", Bantam Books, Toronto,
New York, London, Sydney, Auckland, 1988, page 10): "Any physical theory
is always provisional, in the sense that it is only a hypothesis: you can never
prove it. No matter how many times the results of experiments agree with some
theory, you can never be sure that the next time the result will not contradict
the theory. On the other hand you can disprove a theory by finding even a
single observation that disagrees with the predictions of the theory."