Translate

Cara Allah Mempersiapkan Yusuf 2

Cara Allah mempersiapkan Yusuf ~ Yusuf adalah anak Yakub, yang dilahirkan dari hasil pernikahannya dengan Rahel (Kejadian 30:23-24). Yusuf dipersiapkan dimentoring oleh Allah melalui beberapa tahap, antara lain:

Melalui pengalaman profesi sebagai gembala
Pekerjaan Yusuf sebagai gembala, merupakan wahana yang dipakai oleh Allah dalam upaya mempersiapkan Yusuf menjadi pemimpin (Kjadian 37:2). Pengalaman Yusuf sebagai gembala telah membawanya kepada suatu pemahaman bahwa penyertaan Allah merupakan hal yang paling utama dalam perjalanan hidup dan masa depannya.

Peter Wongso menegaskan bahwa: “Lewat pekerjaan ini, ia belajar takut akan Allah dan memahami betapa pentingnya penyertaan Tuhan dalam kehidupannya”.[1] Kenyataan inilah yang menyebabkan Yusuf tetap optimis menjalani masa depannya bersama Tuhan.

Melalui pengalam hidup di Mesir
Kerajaan Mesir adalah kerajaan yang terkenal dengan penyembahan berhala. Di tengah-tengah lingkungan yang tidak menunjang pertumbuhan iman dan status Yusuf yang kurang menguntungkan, Yusuf tetap memberkan kontribusi yang positif sehingga dalam pandangan Potifar, Yusuf memiliki keunggulan secara rohani dan keterampilan (Kejadian 39:4-3).

Ketaatan Yusuf kepada Tuhan dan kesetiaannya kepada Potifar serta komitmennya untuk mempertahankan integritas sebagai pemuda Ibrani yang saleh, memampukan Yusuf menolak godaan pelecehan seksual dan perzinahan yang ditawarkan oleh istri tuannya (Kejadian 39:8-20).


Akibat ketaatan Yusuf, ia dipenjarakan. Di penjara Yusuf tampil sebagai pemuda yang sangat sukses dalam pekerjaan yang dilakukan, dapat dipercayai, menjadi pemimpin atas tahanan yang lain dan menjadi saluran berkat Allah bagi penghuni penjara (Kejadian 39:21-23).

Samuel J. Schultz menegaskan: “Walaupun ia dipenjarakan atas tuduhan palsu ia segera dijadikan pengawas, dan jabatannya ini digunakannya untuk menolong orang-orang tahanan yang lain”.[2]

Kehadiran dan penyertaan Allah, merupakan dinamika yang terus mendorong Yusuf untuk berkembang sesuai dengan rencana, kehendak dan pimpinan Allah bagi hidup dan masa depannya. Allah membina fisik, mental, keberanian, kesabaran dan keterampilan, pengetahuan serta memperkaya kehidupan Yusuf secara rohani di dalam penjara.

Kompetensi Yusuf diuji melalui mimpi Firaun yang tidak dapat ditafsirkan oleh orang-orang bijaksana milik negeri Mesir. Di tengah-tengah lingkungan dan kalangan yang tidak mengenal Allah, Yusuf sebagai seorang pemuda Ibrani yang telah mengenal Allah dan memiliki hubungan pribadi dengan-Nya, tetap menempatkan Allah sebagai yang terutama dan dengan keberanian yang bersumber dari Allah, Yusuf memberikan kesaksian tentang Allah di hadapan semua pembesar Mesir termasuk Firaun yang menganggap dirinya sebagai dewa.

Samuel J. Schultz menegaskan: “Ketika ia diminta untuk menerangkan arti mimpi, Yusuf berkata bahwa Allahlah yang memberikan kemampuan kepadanya untuk melakukan hal itu (40:8). Dia mengakui Allah di depan Firaun dan dengan berani ia menegaskan bahwa ... Allah sedang menyatakan akan terjadi kelimpahan dan kelaparan selama jangka waktu tertentu”.[3]

Potensi hidup yang dimiliki Yusuf harus dinyatakan dan dibuktikan dalam pengabdian aktual di Mesir. Allah menyerahkan Mesir ke dalam kekuasaan Yusuf (Kejaidan 41:43). Peter Wongso menegaskan: “Walaupun dalam lembar sejarah kehidupannya, ia berkali-kali mengalami peristiwa, misalnya saja ketika dimusuhi ke 10 kakanya hingga mereka tega menjualnya, ketika dituduh oleh istri tuannya di Mesir, dipenjarakan, dilupakan orang; tetapi pada waktunya, yakni ketika usianya baru tiga puluh tahun, Allah meninggikan dia dengan menjadikannya perdana mentri di Mesir dan bahkan selama delapan puluh tahun ia menjadi penguasa di Mesir”.[4]

Rencana Allah tidak pernah gagal. Allah bekerja secara dinamis, menuntun, membina, mempersiapkan dan mementoring orang pilihan-Nya dengan cara unik dan penuh kuasa melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam orang pilihan-Nya. Yusuf merupakan salah satu pemimpin yang dimentoring langsung oleh Allah melalui beragam pengalaman hidup dan proses mentoring yang bersinambung. Orangtua, pengalaman hidup dan peristiwa yang dialami oleh Yusuf merupakan kurikulum mentoring yang dipakai oleh Allah untuk membina karakter Yusuf menjadi seperti yang dikehendaki-Nya.





[1] Peter Wongso, Op. Cit, hlm. 1.
[2] Samuel J. Schultz, Pengantar Perjanjian Lam Taurat dan Sejarah, Malang: Gandum Mas, 1983, hlm. 25.
[3] Ibid, hlm. 24.
[4] Peter Wongso, Op. Cit., hlm. 1.