Dokmatika Baptisan Kudus 4
3. Baptis
Selam ataukah Baptis Percik?
Salah satu isu yang seringkali diperdebatkan oleh orang-orang
Kristen di seluruh dunia adalah baptis percik dan selam. Bagi sebagian
denominasi gereja, metode tertentu dari baptisan malah menjadi ciri khas
kelompok mereka dan ditetapkan sebagai syarat keanggotaan.
Metode baptis selam biasanya memakai dua cara, yakni: pendeta
menelentangkan orang itu ke dalam air dan menyanggahnya dengan tangannya, lalu
mengangkatnya kembali. Cara kedua adalah pendeta, dengan menekan kepala orang
itu, membenamkannya ke dalam air (dipping).
Metode baptis percik juga ada beberapa cara, yakni: memercikkan
air tiga kali (atas nama Bapa, Anak dan Roh Kudus). Ada yang memercikkan cukup
sekali saja. Ada juga yang dengan menuangkan air ke atas kepala orang itu. Yang
mana yang benar?
Gereja yang mempraktekkan baptisan
selam biasanya memakai kata baptizw (baptizo) yang berarti: menyelam, dan
memasukkan ke dalam air berulang kali. Misalnya Lukas 16:24; Yoh. 13:26; Wah.
19:13, kata ini berarti ‘mencelupkan’. Cara Yesus dibaptiskan, menurut mereka,
adalah dengan diselamkan, seperti tertulis, “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air [6] ….”
(Mat. 3:16). Demikian pula ketika Filipus membaptiskan sida-sida dari Etiopia,
“… dan
keduanya turun ke dalam air … dan Filipus membaptis dia” (Kis.
8:38).
Di lain pihak, gereja yang
mempraktekkan baptis percik atau tuang mempunyai argumentasi lain lagi. Kata
ebaptisqh(ebaptisthe) berarti menuangkan air
ke tangan, seperti yang tercatat di dalam Luk. 11:38. Tradisi Yahudi di dalam
“mencuci tangan” adalah dengan cara menuangkan air (cat.: bukan mencelupkan) ke
tangan mereka.
Kata lainnya adalah ebaptisanto (ebaptisanto)
di dalam 1 Kor. 10:2 diterjemahkansebagai “dibaptis dalam awan dan dalam laut”.
Maksudnya adalah: dinaungi awan dan terkena percikan air
laut Teberau. Sebelum seorang Lewi menjalankan tugas di Bait Allah pada usia 30
tahun, ia harus mengikuti upacara pentahiran dengan cara dipercikkan air
penghapus dosa, mencukur seluruh tubuh dan mencuci pakaiannya (Bil. 8:7).
Memang, cara baptisan dengan selam
lebih mudah menjadi kiasan kematian (penguburan) manusia lama dan kebangkitan
manusia baru (Roma 6:4). Namun perlu diingat, bahwa cara penguburan orang
Yahudi pada jaman Tuhan Yesus melayani di dunia ini bukan seperti penguburan
yang dilakukan di Indonesia, yakni dengan memendamkan mayat itu ke dalam tanah,
namun dengan memasukkan mayat itu ke dalam goa batu.
Didache [7] adalah
suatu kumpulan pedoman pendek tentang hidup moral dan bergereja yang terdiri
dari 16 pasal. Buku ini ditulis sekitar awal abad kedua Masehi. Di dalam bagian
yang disebut “Dua Jalan” terdapat pembahasan tentang baptisan sbb.,
“Berkenaan dengan baptisan, baptiskanlah sbb.: setelah
mengucapkan hal yang diatas (cat.: bersangkutan dengan iman, pertobatan, dll)
…. Baptiskanlah mereka di dalam air yang mengalir di dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus. Jikalau kalian tidak memiliki air yang mengalir, baptiskanlah
mereka di dalam air yang lain; jikalau kalian tidak dapat melakukannya
dalam air yang dingin, maka lakukanlah di dalam air yang hangat. Tetapi jikalau
kalian tidak dapat melakukannya juga, maka tuangkanlah air tiga kali di atas
kepala mereka ‘di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”
Jadi, dari Didache tsb kita bisa simpulkan, bahwa metode baptisan
bisa fleksibel tergantung situasi dan kondisinya. Jika sarananya memungkinkan,
baptisan bisa dilakukan di dalam ‘air yang mengalir’ atau bisa juga di ‘air
yang lain’ (cat.: air yang tidak mengalir); dapat pula memakai air dingin atau
air hangat. Namun, kalau ada kesulitan tertentu, yakni mungkin karena jumlah
airnya tidak mencukupi atau orang yang akan dibaptis itu sedang sakit dan
kondisinya tidak memungkinkan, maka sakramen baptisan dapat dilakukan dengan
cara menuangkan air di atas kepalanya.
[6] Ayat ini oleh mereka yang
mempraktekkan baptis percik / baptis tuang ditafsirkan sbb.: Yohanes Pembaptis
adalah anak dari imam Zakharia, jadi ia tahu upacara pentahiran di Bait Suci,
yakni dengan cara memercikan air penghapus dosa (Bil. 8:7). Menurut tafsiran
mereka, orang-orang itu memang ‘masuk ke air’ sungai Yordan, cuma hal itu tidak
mesti bahwa mereka ditenggelamkan ke dalam air, tetapi mereka cukup berdiri di
air, lalu Yohanes Pembaptis memercikkan air ke atas kepala mereka, atau
menuangkan air ke atas kepala mereka (sebagai lambang pencurahan Roh Kudus).
[7] Geoffrey W. Bromiley, ed., The
International Standard Bible Encyclopedia, vol. 1: A-D (Grand Rapids, MI: Wm B.
Eerdmans Publishing Co., 1992), s. v. “Apostolic Fathers,” by J. R. Michaels.