Translate

Relasi Pembenaran Dengan Pengudusan Part 1

Relasi pembenaran dengan pengudusan ~ Ketika menafsirkan 1 Kor. 1:30 Calvin, sebagaimana yang dikutip oleh Francois Wendel, menemukan suatu benang merah yang menunjukkan adanya relasi antara pembenaran dan pengudusan orang percaya. Ia menyatakan, “When it is said (1 Cor. 1:30), that Christ is made unto us redemption, wisdom and righteousness, it is also added that he is made our sanctification. From this it follows that Christ justifies us; he sanctifies us.”[1] Wendel juga mengatakan bahwa di dalam pandangan Calvin, pembenaran dan pengudusan merupakan dua anugerah yang memiliki nilai yang sama.[2]

Lebih lanjut, Calvin memandang bahwa baik pengudusan maupun pembenaran merupakan anugerah Allah dalam persekutuan dengan Kristus yang terwujud ketika manusia percaya kepada Kristus. Iman sebagai karya Roh Kudus telah menciptakan hubungan antara manusia dan Kristus yang membuat manusia dibenarkan di hadapan Allah.[3] Bagi Calvin, pembenaran dan pengudusan merupakan akibat langsung dari penyatuan orang-orang percaya ke dalam Kristus. Ketika seorang percaya dipersatukan dengan Kristus melalui iman, maka di satu sisi dan pada saat yang sama, dapat diterima dalam penglihatan Allah (pembenaran) dan dimasukan ke dalam perubahan kehidupan moral (pengudusan).[4]

Calvin memahami bahwa pembenaran orang percaya merupakan anugerah Allah, di mana Kristus mati bagi kita dan membebaskan kita dari kutuk dan penghakiman yang diletakkan di atas kita. Dengan menanggung semua dosa kita yang ditimpakan ke atas-Nya, Ia terangkat ke surga dan duduk di sebelah kanan Bapa, menjadi pengantara bagi kita. Kristus menempatkan diri-Nya di depan kita, melindungi, membenarkan, dan memerdekakan kita.[5]



Di dalam menjelaskan pandangan Calvin tentang pembenaran orang percaya, Wendel mengatakan bahwa “pada waktu kita berbicara mengenai keberadaan kita yang dibenarkan di hadapan Allah, kita menerimanya hanya dalam anugerah-Nya, sehingga kita dijadikan sebagai orang benar. Angerah Allah itu terdiri atas pengampunan dosa dan pembenaran karena kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepada kita.”[6] 

Kebenaran Kristus ditambahkan kepada kita pada saat kita dipersatukan dengan Kristus dan pada saat yang sama menjadi anggota tubuh-Nya. Dan keduanya merupakan satu aspek anugerah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini Calvin menyatakan bahwa pembenaran dari iman adalah kebenaran Kristus, bukan kebenaran kita sendiri, tetapi kita diperhitungkan benar karena kebenaran Kristus ditambahkan kepada kita pada waktu keberdosaan kita ditimpakan kepada-Nya. jadi kita tidak mungkin dibenarkan, kecuali karena kebenaran Kristus dalam iman.[7]

Calvin selalu melihat pembenaran dari sudut pandang karya Allah di dalam Kristus, yang melaluinya manusia dijadikan benar, sehingga tidak ada sedikitpun jasa atau usaha manusia di dalamnya. Secara nyata Calvin melihat pembenaran sebagai tindakan kemurahan Allah, yang dalam Kristus telah memilih dan menetapkan orang-orang pilihan sebelum dunia dijadikan. Ia menyatakan, “We are now righteous in him, no that we satisfy the judgment of God by our works, but because we are considered according to the righteousness of Christ which we have put on by faith, in order that it might be made ours.”[8] Kita dibenarkan bukan karena perbuatan kita, karena tidak mungkin kita dibenarkan atau dapat dibenarkan oleh perbuatan kita. Tetapi hanya karena Kristuslah kita dijadikan benar. “Kristus di dalam realitas-Nya membenarkan kita tanpa kita dan Ia berdiam, bekerja dan memprakarsai dalam kita sebagai pemberi hidup yang baru bagi kita.”[9]




[1] Francois Wendel, “Justification and Predestination in Calvin” dalam Reading in Calvin’s Theology, (ed.) Donald K. McKim (Grand Rapids: Baker Book House, 1984), 154.
[2] Ibid., 155 dan Karl Barth, The Theology of John Calvin, (Terj.) Geoffrey W. Bromiley (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1995), 276.
[3] Christiaan de Jonge, Apa Itu Calvinisme? (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 56.
[4] Alister E. McGrath, A Life of John Calvin (Cambridge: Basil Blackwell, 1990), 166.
[5] Barth, The Theology of John Calvin, 166.
[6] Wendel, “Justification and Predestination in Calvin”, 155.
[7] Ibid., 156.

[8] Ibid.
[9] Barth, The Theology of John Calvin, 167.